BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Minggu, 31 Mei 2009

TERBONGKARNYA MISTERI RUMAH HANTU


Malam ini aku pulang lebih cepat dari biasanya. Aku tidak kumpul-kumpul lagi dengan teman-temanku. Alasan mereka sih malam jumat. Mereka takut aan hantu, tapi aku tidak takut sama sekali. Menurutku mereka kekanak-kanakkan. Apa mereka sudah lupa, bahwa mereka sudah sekolah di salah satu SMA terkenal di kota ini?
Akhirnya aku telah sampai di tikungan deat rumahku. Tapi anehnya malam ini aku merasa tidak seperti biasanya. Bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Dan yaampun......au berdiritepat di depan rumah yang kata warga hampir lima tahun tidak berpenghuni. Lalu katanya lagi rumah itu dibangun seja 40 tahun lalu. Aku sudah tidak mampu bejalan dan berbicara,yang sudah ada dalam otakku hanyalah berlari dari rumah angker itu. Aku ingat akan cerita tetanggaku. Ia pernah suara mendengar perempuanmenangis di rumah itu. Ya Tuhan...! please bantu aku agar bisa berjalan dan berlari secepat mungkin. Fuuiihh... nafasku seakan berhenti. Siapa yang lari dari kejauhan dan sepertinya akan menghampiriku di sini? Mungkin Albert?! Tetanggaku sekaligus teman sekolahku. Dia seolah-olanh ingin memberitahu sesuatu yang penting. ”Wilvy, cepat pergi dari sini!”, teriak Albert dari kejauhan. ”Sebentar lagi akan ada suara mengerikan dari rumah itu!”, sambungnya. Albert meraih tanganku dan cepat-cepat mengajakku pergi dari tempat itu. Aku tau dia pasti kecapekan mengejaku. ”Huh, apa kamu nggak salah Albert?”’ tanyaku setelah sampai di depan rumahku. ”Ia, minggu kemarin tepatnya jam 9 malam aku mendengar suara nenek-nenek menangis. Untung aku segera datang kalau tidak kau bisa menangis ketakutan”. Pembicaraanku dan Albert berhenti karena waktu telah menunjukkan pukul 12 malam.
Pada pagi harinya aku mau berangkat ke sekolah. Aku memperhatikan rumah itu sejenak. Rumput-rumputnya tinggi, catnya terkelupas dan yang paling menyeramkan lagi, tak ada penerangan di rumah itu. Makanya, jika ada yang lewat rumah itu merekan akan berlari tunggang-langgang. ”Ah, sudah jam segini belum sampai di sekolah bisa-bisa diomeli nanti.” kataku sambil mempercepat langkahku menuju halte bus kota depan kompleks rumahku.
Sesampainya di sekolah aku sama sekali tidak menangkap pelajaran. Aku selalu memikirkan rumah tua itu. Apakah kalau dibersihkan, diberi penerangan, dan dicat kembali akan menjadi bagus dan tidak menyeramkan?
Malanya aku dan Albert sudah ada di depan rumah tua itu. ”Albert ayo masuk sekarang”, ajakku padanya. ”A...a...ayo”, katanya. Aku yang biasanya berdiri di depan gerbang sekarang berdiri di depan pintunya. Ya Tuhan, selamatkan aku.
”Hi.....hi....hi...”
”Albert kau dengar itu? Wanita menagis!”, seruku cepat. ”Y...yaa, Wilvy”, jawab Albert yang tegang ememgang senter. ”Aku mau keluar”, jeritku yang mulai menangis. ”Sssssttt! Jangan berisik”, Albert menutup mulutku. ”Ayo kita kedalam rumahnya”, ajak Albert tanpa rasa takut. Aku hanya bisa mengikutinya dan memeluknya dari samping. Aku sangat takut. Kreekk... pintu rumah itu terbuka seolah-olah menyambut kami. Albert memulai berjalan perlahan, sambil terus memelukku. ”Albert kau lihat itu? Wanita tua yang menangis di pojik sana?!”. Aku menunjuk dan membuatku semakin takut. ”Oh Tuhan selamatkan kami...” Albert menyoroti nenek-nenek itu dengan senternya. ”Nak tolong aku...”, nenek itu memohon kepada kami.
”Albert...”
”Iya Wil...”
”Lihat kembali nenek-nenek itu, arahkan sentermu!” Dia duduk dilantai, rambutnya terurai, tangannya terasa ingin menggapaiku. Tiba-tiba rasa takutku hilang. Aku mengajak Albert mendekati nenek-nenek itu.
”Albert, bantu dia bangun dan papah dia”
”Wilvy dia itu setan”
”Bukan, Albert cepat lakukan”
Aku tetap menyoroti nenek itu dan Alber mulai berjalan perlahan mendekatinya. ”Jangan takut nak. Aku manusia, kemarilah dan cepat tolong aku!” Nenek-nenek itu kembali memohon.
”Albert gendong dia.” Albert sudah memegang tanyannya. ”Baik Wilvy.”
Akhirnya aku sudah sampai di rumah. Aku, Albert dan nenek itu duduk di teras rumahku. ”Sebenarnya aku dikurung oleh suamiku setiap jam 10 dia datang membewakanku makanan. Aku selalu minta pulang tapi dia melarangku. Aku sering menangis karena rindu anakku.”
”Ya, aku bahagia dapat memecahkan misteri ini! He...he... kini tidak ada lagi rumah tua, dan kuharap nenek itu bahagia.”
”Ya, aku harap pula kita bisa melupakannya karena aku takut. He....he....he...!”

0 komentar: